Anggota DPRD Ende Soroti Kesiapan SDM Koperasi Merah Putih

Peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Kabupaten Ende, Masih Ada Tantangan

Salah satunya adalah belum lengkapnya administrasi dan kurangnya modal awal. Hal ini menjadi sorotan bagi anggota DPRD Ende. Pemerintah telah secara resmi meluncurkan 80.000 unit Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia. Di antaranya, terdapat 278 unit yang berada di Kabupaten Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Peluncuran nasional ini dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, (21/7/2025).

Di Kabupaten Ende, peluncuran koperasi desa tersebut turut dihadiri oleh Bupati Ende, para camat, kepala desa, serta pengurus koperasi secara daring dari Aula Garuda Kantor Bupati Ende. Meski telah diresmikan secara nasional, implementasi koperasi desa di Ende belum berjalan secara optimal.

Sebanyak 278 Kopdes Merah Putih di Ende masih belum bisa beroperasi karena beberapa kendala. Salah satunya adalah belum lengkapnya administrasi dan kurangnya modal awal. Hal ini menjadi sorotan bagi anggota DPRD Ende dari Fraksi PDI Perjuangan, Ferdinandus Watu atau dikenal dengan nama Nando Watu.

Nando, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Desa Detusoko Barat, menyampaikan kritik tajam terhadap kesiapan pembentukan koperasi tersebut. Menurutnya, kehadiran koperasi desa saat ini belum mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat di desa. Ia menilai bahwa masyarakat desa masih belum siap secara sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola lembaga seperti koperasi.

“Dari fakta yang ada, sebelumnya juga ada BUMDes. Pemerintahan Prabowo-Gibran memang meluncurkan Kopdes, tapi jika kita lihat dari kesiapan masyarakat, alat ukurnya adalah BUMDes itu sendiri. Dari tahun 2017 hingga sekarang, tidak semua desa di Ende memiliki BUMDes yang aktif. Dari 100 lebih desa, mungkin hanya sekitar 20–30 yang benar-benar menjalankannya,” ujar Nando kepada media, Senin (21/7/2025) sore.

Selain itu, Nando juga mengkritik proses pembentukan, pemilihan pengurus, hingga pengurusan badan hukum dari 278 koperasi desa di Ende yang telah rampung 100 persen. Ia menduga proses tersebut dilakukan secara tergesa-gesa hanya untuk mengejar kelengkapan administratif tanpa adanya kajian dan sosialisasi mendalam di tingkat desa.

“Saya melihat nanti ini bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan potensi konflik di desa. Saya bicara dari perspektif bawah, bukan dari sisi kebijakan. Jangan sampai masyarakat menganggap koperasi ini sebagai program bantuan seperti Koperasi Anggur Merah dulu di masa almarhum Gubernur Frans Lebu Raya,” tambahnya.

Ia juga mempertanyakan sumber dana koperasi desa. Meski ada informasi bahwa modal awal akan berasal dari pinjaman bank-bank BUMN, Nando mengingatkan bahwa hal ini bisa menjadi masalah baru jika tidak disertai dengan pelatihan dan pendampingan kewirausahaan yang memadai.

“Kalau masyarakat belum diberi pelatihan dan pemahaman tentang kewirausahaan, itu akan jadi masalah besar. Nanti bisa gagal bayar, usahanya tidak jalan, dan berujung pada konflik internal,” ujarnya.

DPRD Ende: Perkuat Pengurus Koperasi Merah Putih

Nando menyarankan agar kapasitas masyarakat yang menjadi pengurus dan pengawas koperasi diperkuat terlebih dahulu, terutama dalam memahami peran, tugas, dan fungsi koperasi. Ia juga menegaskan pentingnya pembekalan materi kewirausahaan, agar masyarakat tidak sekadar membentuk koperasi karena dorongan administratif semata, tetapi mampu mengembangkan unit usaha yang produktif dan mandiri.

“Jangan sampai orang ikut mendirikan koperasi karena takut dana desa tidak cair. Ini fakta yang kita hadapi di Ende. Kerja karena ancaman administratif bukan karena kesadaran kebutuhan, ini yang harus dibenahi,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *