PARLEMENTARIA.ID – Badan Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, pada hari Kamis (20/11/2025).
Empat tahanan tersebut ialah Wakil Ketua DPRD OKU, Parwanto; anggota DPRD OKU, Robi Vitergo; seorang warga swasta bernama Ahmad Thoha atau dikenal sebagai Anang; serta seorang warga swasta lainnya bernama Mendra SB.
Ini adalah perkembangan kasus terhadap enam tersangka sebelumnya yang saat ini sedang menjalani proses persidangan.
Enam orang yang terkena dampaknya adalah Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah, serta M.Fauzi yang dikenal dengan nama Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso dari pihak swasta.
Dalam penyusunan anggaran 2025, Pemkab OKU melakukan penyesuaian alokasi pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD menjadi proyek fisik di Dinas PUPR.
“Di mana jatah pokir disepakati sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian untuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD sebesar Rp 5 miliar, serta setiap anggota mendapat Rp 1 miliar,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (21/11/2025).
Namun, karena keterbatasan dana, besaran anggaran pokir tersebut berkurang menjadi Rp 35 miliar.
Akibatnya, anggota DPRD OKU tersebut meminta bagi hasil sebesar 20 persen sehingga total fee mencapai Rp 7 miliar dari keseluruhan anggaran.
Saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 Kabupaten OKU disahkan, pembahasan anggaran Dinas PUPR justru mengalami peningkatan dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
“Telah menjadi kebiasaan umum di Pemkab OKU, yaitu praktik jual-beli proyek dengan memberikan sejumlah uang kepada Pejabat Pemkab OKU dan/atau DPRD,” kata Asep.
Modus pokir
Mengenai proyek “jatah” DPRD, Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah diduga memfasilitasi fee atau jatah tersebut dalam sembilan proyek yang ia kelola pengadaannya melalui e-katalog.
Sembilan proyek tersebut meliputi perbaikan rumah dinas (rumdin) Bupati dengan nilai Rp 8,39 miliar, perbaikan rumdin Wakil Bupati sebesar Rp 2,46 miliar, pembangunan kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp 9,88 miliar, pembangunan jembatan Desa Guna Makmur seharga Rp 983 juta, serta peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus – Desa Bandar Agung dengan anggaran Rp 4,92 miliar.
Terdapat juga peningkatan jalan Desa Panai Makmur – Guna Makmur dengan nilai Rp 4,92 miliar, peningkatan jalan Unit XVI – Kedaton Timur sebesar Rp 4,92 miliar, peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet senilai Rp 4,85 miliar, serta peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp 3,93 miliar.
Nopriansyah selanjutnya menawarkan sembilan proyek tersebut kepada tersangka Muhammad Fakhrudin, Ketua Komisi III DPRD OKU, serta tersangka Ahmad Sugeng Santoso sebagai pihak swasta, dengan kesepakatan fee sebesar 22 persen yang terdiri dari 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
“Selanjutnya, NOP (Nopriansyah) juga memastikan pihak swasta yang melakukan pekerjaan serta PPK menggunakan CV yang berada di Lampung Tengah, dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak antara penyedia dan PPK di Lampung Tengah,” ujarnya.
Anggota DPRD meminta bagian uang komisi
Saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh tersangka Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III DPRD OKU), tersangka Muhammad Fakhrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU), dan tersangka Umi Hariati (Ketua Komisi II DPRD OKU) meminta pembagian uang proyek sesuai kesepakatan yang telah dibuat.
Pada tanggal 11-12 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin menangani pencairan dana awal untuk beberapa proyek.
Kemudian pada 13 Maret 2025 sekitar pukul 14.00, Muhammad Fakhrudin melakukan pencairan uang muka.
Bahwa Pemda OKU pada masa itu menghadapi kendalacash flow, karena uang yang tersedia dialokasikan terlebih dahulu untuk pembayaran THR, TPP, dan pendapatan perangkat daerah. Meskipun demikian, dana awal untuk proyek tetap cair,” katanya.
Pada tanggal 13 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin memberikan dana sebesar Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bentuk komitmen atas fee proyek.
Berdasarkan permintaan Nopriansyah, uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada saksi A (PNS Dinas Perkim).
Dana tersebut diperoleh dari pencairan uang muka proyek.
Peran-peran tersangka
Ahmad Thoha, Muhammad Fauzi, dan Mendra SB bersama Ahmad Sugeng Santoso bertindak sebagai pihak yang memberikan kepada penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa dalam lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU pada periode 2024–2025.
Di sisi lain, Robi Vitergo dan Parwanto bersama Nopriansyah, Ferlan Juliansyah, Muhammad Fakhrudin, serta Umi Hariati juga menerima dana dari pihak swasta terkait pengadaan barang dan jasa dalam lingkup Dinas PUPR Kabupaten OKU pada periode 2024–2025.
Parwanto dan Robi Vitergo sebagai pihak yang menerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bersamaan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan bersamaan dengan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Di sisi lain, Ahmad Thoha dan Mendra SB sebagai pihak yang memberikan dugaan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***






