DIAGRAMKOTA.COM – Pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan secara langsung oleh rakyat telah menjadi salah satu mekanisme demokratisasi di Indonesia. Namun, isu mengenai kembali digulirkannya wacana pilkada dipilih DPRD menimbulkan perdebatan luas, terutama dalam konteks transaksi politik dan penggunaan anggaran.
Seira Tamara, staf Divisi Advokasi Indonesia Corruption Watch (ICW), menyatakan bahwa wacana ini tidak memiliki dasar logis yang kuat. Menurutnya, pilkada yang dipilih oleh DPRD justru berpotensi meningkatkan ruang transaksi politik yang tidak dapat diawasi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa proses pemilihan akan lebih terbuka terhadap intervensi dari pihak-pihak tertentu, seperti partai politik atau kelompok kekuasaan.
Anggaran Pilkada dan Pertimbangan Ekonomi
Salah satu alasan yang sering diajukan untuk mendukung sistem pilkada dipilih DPRD adalah besarnya biaya yang dikeluarkan dalam pemilihan langsung. Namun, ICW menilai bahwa anggaran bukanlah alasan yang cukup kuat untuk mengubah mekanisme pemilihan. Dalam laporan mereka, biaya penyelenggaraan pilkada 2024 ditaksir mencapai Rp 37 triliun, yang jauh lebih kecil dibandingkan biaya pemilu 2024 sebesar Rp 71,3 triliun.
Selain itu, proyek makan bergizi gratis (MBG) tahun 2025 yang dialokasikan dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun juga menunjukkan bahwa besar anggaran bukanlah masalah utama. Seira menegaskan bahwa jika logika ini diterapkan, banyak program prioritas pemerintah dengan anggaran besar lainnya juga harus dihentikan.
Reaksi Partai Politik dan Masyarakat
Partai Golkar menjadi salah satu partai yang mengusulkan kembali sistem pilkada dipilih DPRD. Mereka beralasan bahwa sistem pemilihan langsung berdampak pada kenaikan ongkos politik. Pendapat ini kemudian diikuti oleh partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto, seperti PKB dan PAN, yang menilai usulan tersebut tidak melanggar konstitusi dan bisa membantu mengurangi biaya politik.
Presiden Prabowo Subianto sendiri juga menyampaikan pandangan serupa dalam pidatonya saat ulang tahun ke-60 Partai Golkar. Ia menyatakan bahwa sistem pilkada langsung terlalu mahal dan berpotensi menguras anggaran negara. Namun, ia juga mengakui bahwa sistem ini membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Kritik terhadap Wacana Pilkada Dipilih DPRD
Meskipun ada dukungan untuk wacana pilkada dipilih DPRD, ICW tetap menilai bahwa hal ini tidak akan menghilangkan praktik politik uang. Justru, peningkatan transaksi politik yang tidak terlihat oleh masyarakat bisa menjadi ancaman bagi integritas sistem demokrasi. Selain itu, masyarakat juga khawatir akan hilangnya suara rakyat dalam pemilihan kepala daerah.
Perdebatan mengenai bentuk pemilihan kepala daerah yang ideal masih terus berlangsung. Meski ada pertimbangan ekonomi dan efisiensi, penting untuk memastikan bahwa mekanisme pemilihan tetap menjaga prinsip demokrasi dan transparansi. Masyarakat harus tetap waspada terhadap upaya-upaya yang berpotensi mengurangi hak partisipasi mereka dalam proses demokratisasi. ***







