PARLEMENTARIA.ID — Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi PAN, H. Toto Suharto, menyoroti ancaman lunturnya identitas masyarakat Sunda di tengah laju teknologi dan modernisasi yang kian cepat.
Sebagai langkah nyata, DPRD Jabar kini tengah mempercepat pembahasan Raperda Pemajuan Kebudayaan untuk melindungi warisan leluhur yang mulai terlupakan.
Anggota DPRD Jabar yang terpilih dari Dapil 13 Jawa Barat (Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran), menegaskan bahwa payung hukum ini sangat mendesak agar kekayaan tradisi Jawa Barat tetap memiliki taji dan relevan bagi Generasi Z.
“Saya kerap memboyong grup kesenian lokal seperti Calung saat menyapa warga, salah satunya di Desa Japara, sebagai aksi nyata pelestarian,” ungkap Toto, saat ditemui usai Musda DPD PAN Kuningan, Minggu 21 Desember 2025.
Ia meyakini bahwa keberagaman budaya Nusantara adalah fondasi kekuatan bangsa yang tidak boleh tumbang oleh perubahan zaman.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun didorong untuk segera menyelesaikan kebijakan ini demi menjamin eksistensi karakter masyarakat lokal.
Tak hanya soal tradisi, Toto juga mengapresiasi para pelaku UMKM desa yang menjadi motor penggerak ekonomi dari akar rumput.
Baginya, kesejahteraan warga dan pelestarian budaya adalah dua hal yang harus berjalan beriringan agar masyarakat tetap sejahtera namun berkarakter.
Strategi penguatan ekonomi ini diperkuat dengan pembentukan koperasi desa untuk memutus kendala akses keuangan yang selama ini dialami warga.
Secara khusus, Toto mendukung program Koperasi Desa Merah Putih sebagai solusi pemerataan kesejahteraan hingga ke pelosok wilayah.
Koperasi tersebut diharapkan mampu bertransformasi menjadi pusat ekonomi baru yang meningkatkan taraf hidup masyarakat perdesaan.
Di sela kegiatannya, Toto juga mengedukasi masyarakat mengenai perbedaan krusial antara tugas lembaga legislatif dan eksekutif.
Edukasi ini penting agar warga paham bahwa fungsi utama wakil rakyat adalah merancang regulasi dan mengetok palu alokasi anggaran daerah.
Tanpa persetujuan dari DPRD, pemerintah daerah secara hukum tidak memiliki wewenang untuk mencairkan dana pembangunan.
Setelah proses di dewan rampung, barulah pihak eksekutif seperti Bupati hingga Presiden berperan sebagai pelaksana teknis program di lapangan.***







