PARLEMENTARIA.ID – Yogyakarta, sebagai pusat kreativitas dan budaya di Indonesia, terus menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri film dengan perlindungan nilai-nilai lokal. Dalam konteks ini, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Perfilman menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk lembaga legislatif.
Fokus Utama Pembahasan Legislasi 2026
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menetapkan enam raperda baru yang akan dibahas pada tahun 2026. Salah satunya adalah Raperda Pengelolaan Perfilman. Penyusunan raperda ini dilakukan dengan mengacu pada pedoman dari Kementerian Dalam Negeri, serta memastikan keselarasan dengan regulasi nasional.
Raperda ini tidak hanya bertujuan untuk mengatur industri film secara lebih struktural, tetapi juga untuk melindungi karakter budaya lokal sekaligus memperkuat daya saing ekosistem film daerah. Hal ini penting mengingat Yogyakarta memiliki event film internasional seperti Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF), yang kini memasuki usia ke-20.
Kebutuhan Regulasi yang Mendesak
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu, menyatakan bahwa kebutuhan regulasi di bidang perfilman sudah sangat mendesak. Menurutnya, perlu adanya payung hukum yang mampu menjaga identitas budaya sekaligus memberikan ruang bagi para pelaku industri kreatif untuk berkembang secara ekonomi.
“Perfilman merupakan cermin identitas. Kita ingin film-film dari Yogyakarta bisa memperkenalkan filosofi budaya kita kepada dunia, sekaligus menjadi ruang ekspresi yang inklusif dan berdaya secara ekonomi,” ujar Yuni.
Dinamika Industri Film dan Ekspektasi Masyarakat
Perkembangan teknologi digital dan meningkatnya peran ekonomi kreatif di Yogyakarta membuat industri film semakin dinamis. Para pelaku industri kreatif pun memiliki ekspektasi tinggi terhadap regulasi yang akan dibuat. Oleh karena itu, Raperda Pengelolaan Perfilman diprediksi menjadi salah satu raperda yang paling mendapat sorotan selama proses pembahasan di DPRD DIY.
Selain itu, pembentukan perda ke depan harus betul-betul dikaji dengan baik, mulai dari aspek kewenangan hingga keterkaitan dengan regulasi secara vertikal dan horizontal. Hal ini bertujuan agar regulasi dapat berjalan efektif dan tidak menimbulkan konflik dengan aturan lain yang sudah ada.
Lainnya Raperda yang Masuk Agenda
Selain Raperda Pengelolaan Perfilman, enam raperda baru yang akan dibahas meliputi:
- Perlindungan konsumen
- Keamanan dan mutu pangan asal hewan
- Penanggulangan bencana
- Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 2026–2056
- Pengelolaan dan pelestarian kawasan karst
Selain itu, program legislasi 2026 juga memuat sembilan raperda luncuran yang masih menunggu hasil fasilitasi dari Kemendagri.
Langkah Awal dalam Penyusunan Propemperda 2026
Sebelum penyusunan program legislasi 2026 dimulai, Bapemperda DPRD DIY telah melaporkan bahwa seluruh sasaran Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2025 telah diselesaikan sebelum batas waktu fasilitasi Kementerian Dalam Negeri pada 30 November 2025. Capaian ini menjadi landasan bagi DPRD DIY untuk melangkah ke penyusunan program legislasi tahun berikutnya.
Penyusunan Propemperda 2026 sendiri dilakukan dengan mengacu pada pedoman dari Kementerian Dalam Negeri, termasuk penguatan aspek kewenangan daerah serta keselarasan dengan regulasi nasional yang berlaku. Hal ini bertujuan agar setiap raperda yang disusun dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan masyarakat. ***







