PARLEMENTARIA.ID – Isu sampah kembali menarik perhatian setelah tumpukan limbah muncul di berbagai wilayah Kota Bandung akibat pembatasan pengiriman ke TPA Sarimukti. Dalam kondisi ini, DPRD Kota Bandung menganggap program pengelolaan sampah organik yang telah diterapkan pemerintah kota sebenarnya memiliki potensi besar sebagai solusi jangka panjang—jika direncanakan dengan baik dan dilakukan secara terus-menerus.
Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, Nunung Nurasiah, menyatakan bahwa program magotisasi selama ini telah berjalan dengan cukup baik dan perlu diperkuat agar dapat menjadi fondasi baru dalam pengelolaan sampah organik di Kota Kembang.
“Model saat ini menghadapi magotisasi, perlu dipikirkan bagaimana memperlakukan magot agar bisa berkelanjutan. Jangan sampai program tersebut di awal penuh semangat, tetapi di akhir menghadapi masalah,” katanya, Kamis (20/11/2025).
Pernyataan ini menyatakan bahwa magotisasi tidak hanya memerlukan adanya fasilitas dan sumber daya, tetapi juga sistem pengelolaan pasca-produksi magot. Tanpa perencanaan yang menyeluruh, program yang saat ini berjalan dapat mengalami stagnasi dan kehilangan motivasinya.
Pembuangan Sampah Kembali Muncul: TPA Sarimukti Menjadi Penyebabnya
Nunung juga menyoroti fakta bahwa tumpukan sampah kembali muncul di beberapa sudut kota. Keadaan ini terjadi setelah adanya pembatasan jumlah pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti yang menjadi tempat utama pembuangan sampah Kota Bandung.
“Melihat fenomena saat ini, tumpukan sampah kembali meningkat di Kota Bandung akibat pembatasan jumlah kendaraan ke TPA Sarimukti. Oleh karena itu, pemerintah kota perlu segera menemukan solusi jangka pendek,” katanya.
Pembatasan jumlah pengangkutan menyebabkan sampah menumpuk di TPS dan sepanjang jalan. Keadaan ini bukan yang pertama kali terjadi, khususnya saat TPA Sarimukti mengalami masalah kapasitas maupun proses operasional. Oleh karena itu, DPRD menekankan perlunya strategi alternatif yang tidak hanya mengandalkan satu tempat pembuangan.
Mesin Pemotong Limbah: Efisien Namun Masih Sedikit
Salah satu cara yang dianggap cukup efektif oleh DPRD adalah pemanfaatan mesin pemotong sampah yang telah beroperasi di beberapa kecamatan. Meskipun jumlahnya masih terbatas, alat ini dinilai mampu mengurangi volume limbah secara signifikan dan mempercepat proses pengelolaannya.
“Insinerator sudah tidak diperbolehkan lagi, tetapi ada mesin pemotong sampah di beberapa kecamatan dan pengawasan kami sangat efektif dalam mengelola sampah, meskipun jumlahnya masih sedikit,” kata Nunung.
Dengan efisiensi yang telah terbukti, DPRD mendorong Pemkot Bandung untuk meningkatkan pembelian alat tersebut agar dapat menjadi solusi sementara sekaligus membantu pengelolaan sampah di tingkat kelurahan.
Pemilahan sampah tetap menjadi tantangan besar
Nunung juga menekankan kebijakan pemilahan sampah yang telah diumumkan oleh pemerintah kota, termasuk aturan “sampah yang tidak dipilah tidak akan diangkut”. Menurutnya, kebijakan ini memerlukan pendekatan inovasi terbaru dan peningkatan sosialisasi agar masyarakat benar-benar memahami serta melaksanakannya.
Sampah yang tidak dipilah dapat memperparah kesulitan dalam pengangkutan dan pengolahan, sehingga upaya pemerintah dalam mengoptimalkan pengelolaan sampah mulai dari hulu hingga hilir sering kali terganggu.
Selain faktor kebijakan, Nunung menekankan bahwa masalah sampah di Bandung semakin rumit karena peningkatan jumlah penduduk yang signifikan setiap tahun.
Sampai saat ini, bukan hanya Kota Bandung yang menghadapi masalah ini, sampah memang menjadi tantangan nyata seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Secara otomatis, produksi sampah juga meningkat. Jadi meskipun belum mampu sepenuhnya mengatasi masalah sampah, setidaknya kita bisa mengurangi jumlahnya,” kata Nunung.
Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan peningkatan produksi sampah. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan sampah perlu dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah sampah yang dihasilkan.
Dari pengelolaan sampah hingga pemilahan limbah, Bandung sebenarnya telah menginisiasi berbagai inisiatif yang dapat menjadi fondasi baru dalam pengelolaan sampah modern. Namun, tanpa evaluasi rutin, penambahan infrastruktur, serta partisipasi masyarakat, berbagai program tersebut hanya akan menjadi proyek jangka pendek yang tidak mampu mengatasi permasalahan secara mendasar.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bandung mengharapkan Pemerintah Kota untuk memperkuat keterpaduan antar-instansi pemerintahan, menjamin kelangsungan program, serta menyusun kebijakan jangka pendek dan panjang yang dapat diukur.
Dengan tindakan nyata, peningkatan infrastruktur, serta sosialisasi yang lebih luas, Bandung diharapkan mampu keluar dari siklus berulang masalah sampah yang selama ini menghiasi kota. ***





