PARLEMENTARIA.ID – Rekomendasi untuk menjadikan wilayah khusus Surakarta sebagai topik diskusi telah muncul baru-baru ini. Istana Negara, Menteri Dalam Negeri (mendagri), serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia ikut berkomentar mengenai hal tersebut.
Sejak tahun 2014, pemerintah telah menerapkan larangan untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB).
Seperti yang diketahui, ide tersebut bermula dari ucapan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi II DPR, tanggal 24 April 2025.
Akmal mengungkapkan bahwa kementeriannya menerima 330 usul pembentukan DOB) atau pemekaran, enam usulan daerah istimewa, dan lima usulan daerah khusus.
Hingga bulan April 2025, kita telah menerima berbagai tugas tambahan (PR) cukup signifikan. Terdapat 42 proposal untuk membentuk provinsi baru, 252 kabupaten, dan 36 kotamadya. Selain itu, enam wilayah mengajukan permohonan sebagai daerah istimewa, sementara lima lainnya ingin diakui sebagai daerah khusus,” jelas Akmal.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mengungkapkan, Surakarta atau Solo menjadi salah satu yang mengusulkan untuk menjadi daerah istimewa.
Namun, Aria mengatakan, harus ada kajian mendalam terkait usulan Solo menjadi daerah istimewa. Sebab, status daerah istimewa dapat menimbulkan kecemburuan dari daerah-daerah lain.
“Karena dasarnya negara kesatuan ini, kami adalah satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administratif, dan satu kesatuan ekonomi di mana setiap daerah seharusnya merasakan kesejahteraan yang sama. Tidak boleh terjadi bahwa memberikan istimewa kepada suatu daerah menciptakan rasa tidak adil bagi daerah lain,” ungkap Aria Bima.
Usulan pembentukan pemekaran wilayah Solo Raya pernah diungkapkan Mantan Bupati Karanganyar, Juliyatmono sejak 2010.
Perlu diingat bahwa mantan Residensi Surakarta, yang lebih dikenal sebagai Solo Raya, meliputi area dari tujuh daerah pemerintahan: enam kabupaten serta sebuah kotamadya dengan fokus utama di Kota Surakarta.
Keenam kabupaten yang mengelilingi Surakarta yakni Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo dan Wonogiri.
Ide untuk memecah wilayah menjadi Solo Raya didasarkan pada pertimbangan pengembangan di area tersebut, misalnya dengan adanya integrasi proyek-proyek pembangunan seperti Bandara Internasional Adi Soemarmo, Jalur TOL Trans-Jawa, serta sentral perdagangan.
Istana Tak Mau Gegabah
Menjawab ide tentang penciptaan Daerah Istimewa Surakarta, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa Istana Kepresidenan enggan terburu-buru dalam menjadikan suatu area sebagai daerah istimewa ataupun membangun otonomi regional yang baru.
“Tentunya kita tidak perlu gegabah. Pelan-pelan, usulan kita pelajari, kita cari jalan terbaik, terutama kita harus memperhitungkan banyak faktor,” ujar Prasetyo pada 25 April 2025.
Apalagi, dia menyebut, bakal ada konsekuensi yang mengikuti jika usulan tersebut diakomodasi. Di antaranya, masalah perangkat dan kelengkapan-kelengkapan pemerintahan yang harus diadakan.
“Nah, yang begini-begini tentu akan terus kita diskusikan bersama-sama dengan kementerian terkait, kita cari jalan keluar yang terbaik seperti apa,” kata Prasetyo.
Selanjutnya, ia menyatakan bahwa proposal itu akan disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk ditinjau lebih dulu.
Respons Mendagri
Bagaimanakah tanggapan Kementerian Dalam Negeri terhadap proposal untuk menjadikan wilayah khusus Surakarta?
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut bahwa departemennya siap mendengarkan usul keistimewaan dari wilayah manapun asalkan disertai dengan argumen serta standar yang jelas.
Oleh karena itu, Kemendagri akan mengkaji terlebih dahulu setiap usulan yang masuk.
“Nama yang diajukan memang bisa saja, namun pada akhirnya kami akan meninjau ulang dengan melihat kriteria tertentu. Apakah alasan di balik penghargaan untuk daerah istimewa,” ungkap Tito seperti dilaporkan oleh media tersebut.
Antaranews
pada 25 April 2025.
Karena itu, Tito menggarisbawahi bahwa pendaftaran sebagai daerah istimewa tidak hanya ditentukan oleh keinginan wilayah setempat, melainkan juga perlu mematuhi sejumlah ketentuan yang terdapat dalam peraturan-peraturan.
“Kalau daerah istimewa itu, harus ada dasar hukumnya, mengubah undang-undang. Otomatis akan melibatkan DPR. Kami akan kaji alasannya apa untuk menjadikan daerah istimewa,” katanya.
Menurut Tito, setelah melewati tahap penelaahan yang dilakukan Kemendagri, usulan tersebut dapat diajukan kepada DPR RI guna mendapatkan diskusi lebih rinci.
“Bila memenuhi syarat-syaratnya, maka kami akan mengajukan ke DPR RI. Sebab ini merupakan pendirian suatu wilayah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap area memiliki aturannya masing-masing,” jelas Menteri Dalam Negeri.
Akan tetapi, ia menyebutkan bahwa kebijakan moratorium DOB tidak berlaku ketika sebuah area ditetapkan sebagai daerah istimewa.
“Moratorium itu untuk DOB, daerah otonomi baru. Jadi, tidak ada pembentukan provinsi, kabupaten, dan kota baru. Akan tetapi, kalau masalah daerah istimewa, itu kan silakan saja usulannya diajukan,” kata Tito.
Kata DPR
Komisi II selaku mitra Kemendagri juga angkat bicara mengenai usulan Daerah Istimewa Surakarta tersebut.
Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima menyatakan bahwa tak terdapat kebutuhan mendesak untuk mengkaji ide tentang penciptaan atau penetapan Daerah Istimewa Surakarta.
“Iya, awalnya ada niatan, tetapi saya mempertanyakan apakah hal itu masih relevan dengan kondisi sekarang? Solo telah berkembang sebagai pusat perdagangan, tempat pendidikan, dan area industri. Jadi tidak ada lagi yang harus diberi prioritas khusus,” ungkap Aria Bima pada tanggal 24 April 2025.
“Komisi II kurang berminat untuk mengupas kawasan spesial ini sebagai topik yang vital dan mendesak,” tambahnya.
Di sisi lain, anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia cenderung mengomentari tentang penetapan Solo sebagai wilayah istimewa Surakarta.
Doli mengklaim bahwa tak pernah ada pemberian status daerah istimewa untuk suatu area di Indonesia dengan tingkatan berada di bawah propinsi.
“Di tingkat berikut provinsi tidak pernah ada anugerah khusus seperti itu,” ujar Doli di area parlemen, Senayan, Jakarta pada tanggal 25 April 2025.
“Tingkat kabupaten atau kota tidak memiliki istilah spesial yang istimewa, hanya provinsi yang memilikinya,” jelasnya sambil menegaskan hal tersebut.
Lalu dia menjelaskan bahwa terdapat beberapa wilayah di Indonesia dengan status kekhususan atau istimewa. Sebagai contoh, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta saat ini sudah berganti nama menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Selanjutnya, Daerah Istimewa Yogyakarta diberi status spesial berkat historinya, terlebih lagi ketika pernah dijadikan sebagai pusat pemerintahan nasional pada tahun 1946.
“Sebab memiliki latar belakang yang kuat terkait kemerdekaan Indonesia. Saat itu ada Kesultanan di sana, yang secara nyata mendukung kemerdekaan negara,” ujarnya.
Doli bahkan menambahkan bahwa Aceh sempat memiliki status khusus berkat kontribusi sejarahnya, yaitu dengan memberikan sumbangan dari masyarakat setempat untuk membeli pesawat pengangkut pertama di Indonesia.
“Sebab masyarakat Aceh pada masa lalu telah mengumpulkan dana guna membantu pemerintah membeli pesawat bernama Seulawah. Oleh karena itu, salah satu alasan Aceh menjadi daerah istimewa saat itu, meskipun status spesialnya sekarang ini sudah lenyap dan tidak ada lagi,” katanya.
Dilihat lebih lanjut, Doli menyebut bahwa terdapat wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai zona otonomi spesial bersamaan dengan penyerahan anggaran khusus untuk hal tersebut, yakni Papua dan Aceh.
Oleh karena itu, ia menegaskan pentinya agar pemerintah bersikap hati-hati dan melakukan pertimbangan yang mendalam sebelum berniat memberikan gelar kota istimewa kepada Solo.
“Wilayah spesial mana? Apakah dia ingin menjadi provinsi terlebih dahulu ataukah kabupaten/kota? Jika sebagai kabupaten/kota tidak diakui sebagai wilayah istimewa, lalu alasan apa yang bisa digunakan? Dan memiliki dasar apa? Oleh karena itu, menurut pendapatku, pemerintah perlu berhati-hati dalam hal ini,” ujarnya.