
PARLEMENTARIA.ID – >
Merajut Asa: Kebijakan Publik dan Perjalanan Keadilan Gender di Indonesia
Di tengah riuhnya dinamika pembangunan bangsa, ada satu suara yang semakin lantang menuntut perhatian: suara keadilan gender. Bukan sekadar isu feminisme, melainkan fondasi penting bagi kemajuan sebuah peradaban. Di Indonesia, perjalanan menuju kesetaraan dan keadilan gender telah diukir melalui serangkaian kebijakan publik yang terus berevolusi. Namun, seberapa jauh langkah kita, dan tantangan apa yang masih menghadang? Mari kita bedah lebih dalam.
Memahami Pondasi: Apa Itu Keadilan Gender dan Kebijakan Publik?
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk menyamakan persepsi. Keadilan gender bukanlah tentang menyamakan perempuan dan laki-laki secara fisik atau biologis, melainkan tentang memastikan tidak ada diskriminasi berdasarkan gender dalam mengakses hak-hak, kesempatan, dan partisipasi dalam pembangunan. Ini mencakup kesetaraan hak, tanggung jawab, dan kesempatan, baik bagi perempuan maupun laki-laki, dalam segala aspek kehidupan.
Sementara itu, kebijakan publik adalah serangkaian keputusan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan publik. Dalam konteks keadilan gender, kebijakan publik menjadi instrumen vital untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program-program yang bertujuan mengurangi ketimpangan dan mempromosikan kesetaraan gender.
Di Indonesia, semangat keadilan gender ini telah meresap dalam berbagai dokumen negara, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak setiap warga negara, hingga berbagai undang-undang dan peraturan yang lebih spesifik.
Landasan Kebijakan: Pilar-Pilar Keadilan Gender di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya melalui berbagai kerangka kebijakan. Salah satu pendekatan utama adalah Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG bukan sekadar program, melainkan sebuah strategi yang mengintegrasikan perspektif gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Beberapa pilar kebijakan penting lainnya meliputi:
- Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT): Ini adalah tonggak penting dalam melindungi korban kekerasan, mayoritas adalah perempuan, serta memberikan payung hukum bagi penanganan dan pencegahan KDRT.
- Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO): Mengingat perempuan dan anak-anak seringkali menjadi korban utama perdagangan orang, undang-undang ini krusial dalam upaya perlindungan dan penegakan hukum.
- Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional: Inpres ini secara eksplisit mengamanatkan semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mengintegrasikan PUG dalam program-program mereka.
- Peran Lembaga Negara: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menjadi garda terdepan dalam merumuskan kebijakan dan program terkait perempuan dan anak. Selain itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berperan vital sebagai lembaga independen yang memantau, mendokumentasikan, dan merekomendasikan kebijakan terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Mengurai Dampak: Di Mana Kebijakan Publik Beraksi?
Kebijakan publik yang berperspektif gender telah mencoba menyentuh berbagai sektor kehidupan, antara lain:
- Pendidikan: Kebijakan menjamin akses pendidikan yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki, mengurangi angka putus sekolah pada anak perempuan, serta mendorong partisipasi perempuan di bidang-bidang yang didominasi laki-laki seperti sains dan teknologi (STEM). Program beasiswa atau bantuan pendidikan seringkali juga menyasar kelompok rentan gender.
- Kesehatan: Fokus pada kesehatan reproduksi perempuan, penurunan angka kematian ibu (AKI), pencegahan stunting, serta penanganan isu kesehatan yang spesifik gender. Kebijakan ini juga berupaya memastikan perempuan memiliki akses yang mudah terhadap layanan kesehatan.
- Ekonomi: Upaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, mendorong kewirausahaan perempuan melalui akses permodalan dan pelatihan, serta menutup kesenjangan upah. Kebijakan ini juga mencakup perlindungan pekerja migran perempuan yang rentan eksploitasi.
- Politik dan Kepemimpinan: Kebijakan afirmasi, seperti kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan pengaruh perempuan dalam pengambilan keputusan publik.
- Perlindungan dari Kekerasan: Selain UU PKDRT dan TPPO, berbagai program pendampingan korban, rumah aman, dan pusat layanan terpadu telah dibentuk untuk memberikan perlindungan komprehensif.
Tantangan yang Belum Padam: Jalan Panjang Menuju Keadilan Sejati
Meskipun kerangka kebijakan sudah cukup solid, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan:
- Norma Budaya Patriarki: Adat istiadat dan pandangan masyarakat yang masih mengakar kuat seringkali menjadi penghalang bagi perempuan untuk mengakses hak-haknya secara penuh, misalnya dalam pembagian peran domestik, pendidikan tinggi, atau kepemimpinan.
- Kesenjangan Implementasi: Adanya kebijakan tidak selalu berarti implementasi yang efektif. Seringkali terjadi kesenjangan antara kebijakan di tingkat pusat dengan praktik di tingkat daerah, akibat kurangnya pemahaman, kapasitas, atau komitmen.
- Alokasi Anggaran: Pengarusutamaan gender memerlukan anggaran yang memadai. Namun, masih banyak program yang belum sepenuhnya mengalokasikan dana secara spesifik untuk isu gender, atau justru anggaran yang tersedia tidak terserap secara optimal.
- Data dan Indikator: Keterbatasan data terpilah berdasarkan gender (gender-disaggregated data) menyulitkan pemerintah untuk merancang kebijakan yang tepat sasaran dan mengukur dampaknya secara akurat.
- Partisipasi Bermakna: Meskipun ada upaya, partisipasi perempuan dalam perumusan kebijakan masih perlu ditingkatkan, agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar responsif terhadap kebutuhan mereka.
- Isu Interseksionalitas: Keadilan gender tidak hanya tentang perempuan vs. laki-laki. Ada dimensi lain seperti disabilitas, etnis, agama, atau status sosial ekonomi yang membuat beberapa kelompok perempuan lebih rentan dan memerlukan kebijakan yang lebih inklusif.
Melangkah Maju: Potensi dan Harapan
Melihat tantangan yang ada, upaya kolektif menjadi kunci. Beberapa langkah maju yang terus diupayakan antara lain:
- Peningkatan Kapasitas: Melatih para perencana dan pembuat kebijakan di berbagai tingkatan untuk memiliki pemahaman dan keterampilan dalam menganalisis gender dan merumuskan kebijakan yang responsif gender.
- Kolaborasi Multi-Pihak: Melibatkan organisasi masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, dan tokoh agama dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan. Peran aktif Komnas Perempuan dan berbagai NGO perempuan sangat krusial.
- Pemanfaatan Teknologi: Digitalisasi dapat menjadi alat untuk memperluas akses informasi, pendidikan, dan layanan bagi perempuan, terutama di daerah terpencil, serta untuk memantau dan melaporkan kasus kekerasan.
- Edukasi dan Kampanye Publik: Mengubah pola pikir masyarakat adalah proses panjang. Kampanye yang masif dan berkelanjutan tentang pentingnya keadilan gender, bahkan melibatkan laki-laki sebagai agen perubahan, sangat diperlukan.
- Peran Laki-laki dan Anak Laki-laki: Mendorong partisipasi laki-laki dalam isu keadilan gender, baik sebagai pendukung, pelindung, maupun agen perubahan, adalah esensial. Keadilan gender adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya perempuan.
Penutup: Merajut Asa untuk Indonesia yang Lebih Adil
Perjalanan Indonesia menuju keadilan gender melalui kebijakan publik adalah sebuah maraton, bukan sprint. Ada kemajuan yang patut diapresiasi, namun juga banyak PR yang harus diselesaikan. Kebijakan publik bukan sekadar teks di atas kertas, melainkan napas yang menggerakkan perubahan nyata dalam kehidupan jutaan warga negara.
Dengan komitmen yang kuat, kolaborasi lintas sektor, data yang akurat, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, kita bisa merajut asa untuk Indonesia yang lebih adil, di mana setiap individu, tanpa memandang gender, memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkarya, dan berkontribusi secara penuh bagi kemajuan bangsa. Keadilan gender bukan hanya impian, melainkan sebuah keniscayaan untuk masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
>


