PARLEMENTARIA.ID – Niat murni Rukmini Lababu dalam menjalankan ibadah haji berakhir dengan sedih.
Perempuan asal Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, menjadi salah satu pihak yang terkena dampak dari dugaan penipuan dana haji yang menjerat anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Mustafa Yasin.
Rukmini mendaftar pada tahun 2024 setelah mengetahui adanya kantor cabang perusahaan travel haji milik Mustafa yang menyediakan layanan di Boltim.
Ia pernah mendengar informasi bahwa beberapa tetangganya telah melakukan perjalanan melalui travel tersebut tanpa kendala, sehingga semakin percaya diri untuk mendaftar.
“Saya dengar ada agen perjalanan yang bisa berangkat lebih cepat, saya datang ke kantornya dan bertanya-tanya,” katanya kepada PARLEMENTARIA.ID, Rabu (12/11/2025).
Setelah menerima penjelasan dari pihak agen perjalanan, Rukmini akhirnya melunasi biaya sejumlah Rp175 juta.
Namun, perjalanan yang diharapkan tidak berjalan lancar. Fasilitas yang dijanjikan jauh di bawah ekspektasi, jadwal pemberangkatan sering berubah, dan dokumen visa haji ternyata mengalami kendala.
Meski telah tiba di Jeddah, Arab Saudi, Rukmini bersama sejumlah jamaah lain tidak bisa melanjutkan rangkaian ibadah haji karena menggunakan visa kerja, bukan visa ibadah.
Ia mengakui telah berupaya meminta pertanggungjawaban dari Mustafa Yasin, tetapi uang yang dibayarkan tidak pernah kembali.
“Jika dari awal dia mengenal kita, dia mengatakan ingin bertanggung jawab, kita tidak akan sampai pada situasi seperti ini,” katanya.
Walaupun sedih, Rukmini memutuskan untuk memaafkan. Baginya, yang terpenting bukan hanya uang, tetapi kejelasan dan niat baik dari pihak yang bersangkutan.
Biarkan saja uang itu, tidak perlu. Kasihan juga dia, setelah melihatnya sudah memakai pakaian tahanan,” kata Rukmini yang merasa kasihan melihat Mustafa Yasin mengenakan rompi tahanan.
Mustafa Yasin Jadi Tersangka
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Gorontalo menetapkan Mustafa Yasin, anggota DPRD Provinsi Gorontalo, sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dalam penyelenggaraan haji dan umrah ilegal.
Perkara ini diungkap langsung oleh Kapolda Gorontalo Irjen Pol Widodo dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Mapolda Gorontalo, Selasa (11/11/2025).
Menurut Kapolda, tindakan tersebut dilakukan sejak tahun 2017 hingga 2024. Dalam jangka waktu tersebut, tersangka berhasil mengirimkan beberapa jemaah ke Tanah Suci dengan menggunakan visa kerja, bukan visa ibadah yang seharusnya.
“Pada saat itu belum terdeteksi karena cara kerjanya cukup rapi. Mereka menyebarluaskan calon jemaah melalui media sosial seperti Facebook, serta secara langsung dari rumah ke rumah hingga ke wilayah Ternate,” kata Kapolda.
Laporan pertama diterima dari Desa Palopo, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, yang merupakan tempat awal para korban melaporkan kejadian tersebut. Secara keseluruhan, terdapat 62 korban dengan kerugian mencapai Rp2,54 miliar.
Setiap calon jamaah, menurut Kapolda, membayar berkisar antara Rp150 juta hingga Rp175 juta. Dari jumlah korban tersebut, terdapat 44 orang yang gagal berangkat, 9 orang yang terhenti di Dubai, dan 32 orang yang sempat tiba di Jeddah.
Enam belas orang di antaranya berhasil menjalankan ibadah haji, meskipun menggunakan visa yang tidak sesuai ketentuan.
“Perkara ini kami kenakan pasal penipuan dan penggelapan serta pelanggaran terhadap Pasal 120 dan 121 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” kata Kapolda.
Mustafa Yasin menghadapi hukuman maksimal 6 tahun kurungan dan denda mencapai Rp6 miliar.
Kapolda menambahkan, saat ini pihaknya masih dalam proses pengembangan penyidikan.
“Hanya satu tersangka utama, yaitu Mustafa Yasin. Namun kami memperkirakan bisa berkembang menjadi tiga orang lainnya, termasuk mereka yang bertugas mencari korban di lapangan,” katanya.
Kemungkinan besar, alasan di balik tindakan ini adalah keuntungan finansial pribadi yang ingin diperoleh oleh calon jemaah yang menjadi korban.
Profil Mustafa Yasin
Mustafa lahir di Tilamuta, Boalemo, pada tanggal 15 Juni 1984.
Ia menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Tilamuta, Madrasah Tsanawiyah Alkhairaat, dan Madrasah Aliyah Alkhairaat, kemudian melanjutkan studinya ke Universitas Al-Azhar Kairo pada tahun 2007 serta Institut Agama Islam Al-Aqidah Islamiyah Jakarta pada tahun 2009.
Karier politiknya dimulai di PKS pada tahun 2022 dengan menjabat sebagai Ketua DPC Kecamatan Marisa, dan akhirnya berhasil memperoleh kursi DPRD Provinsi Gorontalo melalui Pemungutan Suara Ulang (PSU) 2024 dengan perolehan 7.134 suara.
Selain berkecimpung dalam dunia politik, Mustafa juga dikenal sebagai seorang pengusaha yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Novavil Mutiara Utama sejak tahun 2017. Namun, bisnis tersebut kini menjadi sumber permasalahan hukum besar baginya dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.
DPRD Angkat Bicara
Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, akhirnya memberikan pernyataan mengenai dugaan kasus penipuan dan penggelapan dana haji yang melibatkan anggota DPRD dari Fraksi PKS, Mustafa Yasin.
Dalam pernyataannya, Thomas menegaskan bahwa lembaga DPRD tidak akan ikut campur dalam proses hukum yang sedang dijalani oleh Mustafa.
“Kami menghargai proses hukum,” katanya kepada PARLEMENTARIA.ID, Rabu (12/11/2025).
Laki-laki dengan nama lengkap Idrus Mohammad Thomas Mopili ini menyatakan, DPRD secara institusi tidak memiliki kewenangan untuk terlibat dalam urusan hukum pribadi anggotanya.
Menurutnya, ruang pembelaan hanya dapat dilakukan oleh fraksi atau partai politik yang menjadi tempat anggota tersebut berada.
“Jika Fraksi PKS ingin menunjuk penasihat hukum (PH) untuk membela, silakan,” katanya.
Namun, Thomas menolak dengan tegas usulan agar DPRD sebagai lembaga memberikan perlindungan terhadap Mustafa.
“Tidak boleh begitu, bagaimana DPRD bisa membela,” tegasnya.
Anggota Fraksi Golkar ini juga menyampaikan bahwa lembaganya tidak mungkin mendukung tindakan anggota yang sedang dalam proses hukum, meskipun prinsip praduga tak bersalah tetap dihargai.
Selanjutnya, mantan Wakil Bupati Gorontalo Utara ini menyampaikan bahwa Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Gorontalo telah menangani kasus tersebut melalui sidang etika.
“Mungkin BK sedikit lebih awal karena kemarin hampir selesai,” katanya.
Persidangan tersebut, menurut Thomas, memang tidak memiliki hubungan langsung dengan proses hukum yang sedang ditangani oleh pihak kepolisian.
Thomas juga menghimbau warga untuk tidak memandang kasus ini sebagai kesalahan bersama dari DPRD.
Ia juga menekankan bahwa kesalahan satu anggota tidak dapat dianggap sebagai tanda bahwa seluruh anggota mengalami masalah.
“Perbuatan anggota tersebut, anggota yang bersangkutan bertanggung jawab,” tegasnya. ***
