Proses Pembuatan Undang-Undang di Parlemen


PARLEMENTARIA.ID – Proses Pembuatan UnPenasaran bagaimana sebuah aturan dibuat? Pahami 5 tahapan lengkap proses pembuatan Undang-Undang (UU) di DPR, mulai dari ide hingga disahkan Presiden.

Dari Ide Menjadi Aturan: Mengupas Tuntas Proses Pembuatan Undang-Undang di Parlemen

Pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana sebuah aturan lalu lintas, undang-undang tentang pendidikan, atau bahkan pajak yang kita bayar bisa tercipta? Di balik setiap pasal yang mengikat kita sebagai warga negara, ada sebuah perjalanan panjang, rumit, namun sangat penting yang terjadi di jantung demokrasi kita: Parlemen.

Proses ini sering kali terdengar kompleks dan penuh dengan istilah teknis. Namun, memahaminya adalah kunci untuk menjadi warga negara yang cerdas dan kritis. Anggap saja ini seperti melihat “dapur” tempat resep-resep aturan negara diracik.

Artikel ini akan menjadi pemandu Anda, mengupas tuntas setiap tahapan proses pembuatan undang-undang di Indonesia dengan bahasa yang sederhana dan mudah dicerna. Mari kita mulai perjalanan sebuah ide hingga akhirnya sah menjadi Undang-Undang (UU).

Siapa Saja Aktor di Panggung Legislasi?

Sebelum masuk ke tahapannya, kita perlu kenalan dulu dengan para pemain utamanya. Proses pembuatan UU bukanlah pertunjukan solo, melainkan sebuah orkestra yang melibatkan beberapa pihak:

  1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): Inilah aktor utamanya. Sebagai wakil rakyat, DPR memiliki fungsi legislasi, yaitu membentuk undang-undang. Anggota DPR yang terbagi dalam fraksi-fraksi dan komisi-komisi adalah motor penggerak utama dalam pembahasan.
  2. Presiden (Pemerintah): Di Indonesia, Presiden tidak hanya menjalankan undang-undang (eksekutif), tetapi juga berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU). Dalam pembahasan, Presiden diwakili oleh menteri terkait. Persetujuan bersama antara DPR dan Presiden adalah syarat mutlak sebuah RUU bisa disahkan.
  3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD): DPD punya peran khusus. Mereka bisa mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya alam. DPD juga ikut membahas RUU tersebut, meskipun keputusan akhir tetap ada di tangan DPR dan Presiden.
  4. Masyarakat: Ya, Anda! Kita semua adalah bagian dari proses ini. Masyarakat punya hak untuk memberikan masukan, baik secara perorangan, melalui organisasi, maupun dalam forum resmi seperti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Peta Perjalanan RUU: 5 Tahapan Utama Pembuatan Undang-Undang

Secara garis besar, perjalanan sebuah RUU untuk menjadi UU diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (beserta perubahannya). Prosesnya bisa kita bagi menjadi lima tahapan utama.

Tahap 1: Perencanaan (Membangun Fondasi)

Sebuah UU tidak lahir begitu saja dari ruang hampa. Semuanya dimulai dari sebuah perencanaan matang yang disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

  • Apa itu Prolegnas? Anggap saja Prolegnas adalah “daftar belanja” atau roadmap legislasi. Isinya adalah daftar judul RUU yang akan menjadi prioritas untuk dibahas oleh DPR dan Pemerintah dalam jangka waktu tertentu (biasanya 5 tahun dan dievaluasi setiap tahun).
  • Mengapa Penting? Prolegnas memastikan bahwa pembuatan UU berjalan terarah, sistematis, dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Ini mencegah proses legislasi yang sporadis atau “kejar tayang” tanpa perencanaan yang jelas.
  • Siapa yang Menyusun? Prolegnas disusun bersama oleh DPR, Pemerintah, dan DPD.

Sebuah RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahunan memiliki peluang lebih besar untuk dibahas dan diselesaikan.

Tahap 2: Penyusunan (Meracik Draf Awal)

Setelah masuk dalam “daftar belanja”, saatnya meracik drafnya. Inilah tahap di mana ide-ide abstrak mulai dituangkan ke dalam bentuk naskah hukum.

  • Siapa yang Boleh Mengajukan RUU? RUU bisa berasal dari:
    • DPR: Diusulkan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi (Baleg).
    • Presiden: Disiapkan oleh kementerian terkait sesuai bidangnya.
    • DPD: Khusus untuk RUU yang berkaitan dengan kewenangannya.
  • Naskah Akademik: Jiwa dari Sebuah RUU. Sebelum RUU disusun, idealnya harus didahului oleh Naskah Akademik. Ini adalah dokumen hasil penelitian atau pengkajian hukum yang mendalam. Isinya menguraikan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis mengapa RUU tersebut perlu dibuat. Naskah Akademik memastikan RUU tidak dibuat asal-asalan, melainkan berdasarkan data dan analisis yang kuat.

Di tahap ini, draf RUU beserta penjelasannya disiapkan secara rinci, pasal demi pasal.

Tahap 3: Pembahasan (Arena Debat dan Negosiasi)

Inilah tahap paling krusial dan dinamis, di mana draf RUU “diuji” dan “dibedah” habis-habisan. Proses pembahasan ini dibagi menjadi dua tingkat pembicaraan.

Pembicaraan Tingkat I: Dapur Utama Legislasi

Ini adalah pembahasan substansial yang terjadi di “ruang mesin” DPR, yaitu di dalam Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi (Baleg), atau Panitia Khusus (Pansus).

  1. Pengantar Musyawarah: Pihak pengusul (DPR atau Pemerintah) akan memberikan penjelasan umum tentang RUU tersebut. Pihak lainnya akan memberikan tanggapan.
  2. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM): Inilah “peta pertempuran” dalam pembahasan. Pemerintah (jika RUU dari DPR) atau DPR (jika RUU dari Pemerintah) akan menyusun DIM. DIM berisi daftar semua pasal dalam RUU, disertai catatan apakah pasal tersebut disetujui, diubah, atau dihapus.
  3. Pembahasan Pasal per Pasal: Di sinilah negosiasi alot terjadi. Setiap pasal, bahkan setiap kata dan tanda baca, dibahas secara mendetail oleh DPR dan wakil Pemerintah. Lobi politik, adu argumen, dan pencarian jalan tengah menjadi pemandangan sehari-hari.
  4. Partisipasi Publik (RDPU): Di sela-sela pembahasan, sering kali diadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Forum ini mengundang para ahli, akademisi, praktisi, dan perwakilan masyarakat untuk memberikan masukan langsung terhadap RUU yang sedang dibahas.

Hasil dari Pembicaraan Tingkat I adalah naskah RUU yang telah disepakati bersama oleh fraksi-fraksi di komisi dan pemerintah.

Pembicaraan Tingkat II: Pengambilan Keputusan Final

Setelah matang di Tingkat I, RUU dibawa ke panggung yang lebih besar: Rapat Paripurna DPR.

  1. Laporan dan Pandangan Akhir: Pimpinan komisi/pansus akan melaporkan hasil Pembicaraan Tingkat I. Kemudian, setiap fraksi akan menyampaikan pandangan akhir mereka. Di sini kita bisa melihat fraksi mana yang setuju, setuju dengan catatan, atau menolak RUU tersebut.
  2. Momen Penentuan: Setelah semua fraksi berbicara, pimpinan rapat akan menanyakan kepada seluruh anggota yang hadir: Apakah Rancangan Undang-Undang [judul RUU] ini dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?”
  3. Mekanisme Keputusan: Pengambilan keputusan diutamakan melalui musyawarah untuk mufakat. Namun, jika mufakat tidak tercapai, keputusan akan diambil melalui suara terbanyak (voting).

Jika mayoritas anggota setuju, maka RUU tersebut secara resmi telah mendapatkan “Persetujuan Bersama” antara DPR dan Presiden.

Tahap 4: Pengesahan (Tanda Tangan Presiden)

RUU yang telah disetujui bersama kemudian dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan. Pimpinan DPR akan membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU tersebut sebagai bukti persetujuan.

  • Batas Waktu Presiden: Presiden memiliki waktu paling lambat 30 hari untuk menandatangani RUU tersebut sejak diterima.
  • Bagaimana Jika Presiden Tidak Setuju atau Tidak Menandatangani? Inilah salah satu keunikan sistem ketatanegaraan kita. Jika dalam 30 hari Presiden tidak menandatangani RUU yang telah disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan secara otomatis. Aturan ini mencegah terjadinya kebuntuan legislasi (deadlock).

Tahap 5: Pengundangan dan Sosialisasi (Menuju Publik)

Tahap terakhir adalah membuat UU ini resmi berlaku dan diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia.

  • Pengundangan: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengundangkan UU tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Sejak saat itulah, UU tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
  • Sosialisasi: Pemerintah dan DPR berkewajiban untuk menyosialisasikan UU yang baru kepada masyarakat agar semua pihak memahami isi dan implikasinya.

Peran Anda Sebagai Warga Negara: Jangan Hanya Jadi Penonton!

Memahami proses ini bukan sekadar untuk menambah wawasan. Ini adalah panggilan untuk berpartisipasi. Demokrasi yang sehat membutuhkan warga yang aktif. Apa yang bisa Anda lakukan?

  • Awasi Prolegnas: Cari tahu RUU apa saja yang menjadi prioritas. Apakah sudah sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat?
  • Ikuti Perkembangan Pembahasan: Media massa dan situs resmi DPR (dpr.go.id) seringkali memberikan update tentang pembahasan RUU penting.
  • Berikan Masukan: Manfaatkan kanal partisipasi publik. Hubungi anggota DPR dari daerah pemilihan Anda, ikuti RDPU jika ada kesempatan, atau sampaikan aspirasi melalui platform digital yang tersedia.
  • Uji Materi (Judicial Review): Jika Anda merasa sebuah UU yang telah disahkan bertentangan dengan UUD 1945, Anda sebagai warga negara berhak mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kesimpulan: Sebuah Proses Kompleks untuk Demokrasi

Proses pembuatan undang-undang di parlemen adalah sebuah mekanisme yang kompleks, penuh dinamika, dan terkadang diwarnai tarik-menarik kepentingan politik. Namun, di balik kerumitannya, terdapat sebuah desain luhur untuk memastikan setiap aturan yang lahir telah melalui pertimbangan matang, perdebatan terbuka, dan melibatkan berbagai pihak.

Dari selembar ide dalam Prolegnas, melalui perdebatan sengit di ruang komisi, hingga ketukan palu di sidang paripurna dan tanda tangan Presiden, setiap Undang-Undang adalah cerminan dari denyut nadi demokrasi kita. Semakin kita memahami prosesnya, semakin besar pula kekuatan kita untuk mengawal dan memastikan “dapur legislasi” ini benar-benar memasak aturan yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.