PARLEMENTARIA.ID
Anggota DPRD Medan Salomo Tabah Ronal Pardede dicurigai telah menyelewengkan dana dari beberapa pemilik bisnis billiard, termasuk yang bernama Andryan (24).
Andryan menyatakan bahwa Salomo Pardede memintanya untuk membayar sejumlah uang.
Pengusaha billiard tersebut sudah mengajukan laporan terhadap Salomo Pardede kepada pihak berwajib.
Salomo dilaporkan ke Polda sesuai Laporan Andryan, tertuang dalam LP/B/582/IV/2025/ SPKT Polda Sumut tertanggal 22 April. Dan laporan Suyarno, tertuang dalam LP/B/584/IV/2025/SPKT Polda Sumut tertanggal 22 April 2025.
Sosok Salomo Pardede
Salomon Pardede merupakan wakil di DPRD Kota Medan dan kini berperan sebagai Ketua Komisi III DPRD Medan.
Ia berhasil melenggang ke kursi legislatif pada Pemilu 2024 melalui Partai Gerindra.
Sebelum memutuskan untuk bergabung dengan Gerindra, Salomo pernah mengembangkan karirnya di PDIP serta Partai Demokrat.
Ketika masih berada di partai Demokrat, nama Salomo dihapus dari daftar calon anggota legislatif karena diduga telah membela pihak lain.
Selanjutnya, dia memutuskan untuk ikut bersama Gerindra agar masih dapat bertanding di Pemilu 2014.
Laki-laki yang lahir di Medan pada tanggal 25 September 1976 pernah menjadi Ketua Terang Indonesia selama tahun 2011 hingga 2015.
Saat ini, selain menjadi anggota DPRD, dia juga mengemban tugas sebagai Bendahara DPC Partai Gerindra Kota Medan.
Salomon Pardede tidak sembarang orang; dia adalah anak dari eks Gubernur Sumatra Utara, Rudolf Pardede.
Salomo Pardede Dipolisikan Pengusaha Biliar
Persoalan yang melibatkan nama Salomo dimulai dari sejumlah laporan oleh para pemilik billiard, di antaranya adalah Andryan.
Dia menyebutkan bahwa insiden diduga pengancaman terjadi di awal tahun 2025, dimulai denganrencana kedatangan beberapa anggota DPRD Kota Medan untuk berkunjung ke bisnis miliknya.
Kunjungan tersebut disebut-sebut sebagai bagian dari pengecekan izin usaha dan kepatuhan pajak.
Didampingi kuasa hukum Fauzy Nasution, Andryan pengusaha Xana Biliar membeberkan kronologi dirinya diperas oleh Salomo Pardede dengan modus penindakan pelanggaran pajak usaha.
Pertama-tama, Salomo mengirim sebuah pesan kepada perusahaan milik Andryan di Jalan Sekip.
“Pada awalnya, orang tersebut membawa surat ke lokasi bisnis kita pada tanggal 3 April 2025 dan kemudian menghubungi kami. Tanggal 7 April siapa yang bernama Salomo bertemu dengan menyatakan bahwa jika Anda adalah teman, silakan kunjungi Pobsi terkait permasalahan ini. Katanya ada kendala berkaitan pajak,” jelas Andryan saat ditemui Selasa (6/5/2025).
Pada pertemuan yang disepakati pada tanggal tujuh di Pobsi, Andryan membahas masalah secara langsung dengan Salomo, sementara Aris Siregar dan Said Fahrin mendampinginya.
Pada saat tersebutlah Andryan diinterogasi oleh Salomo tentang pendapatan harian sampai mengenai pembayaran ‘pajak’.
Bilang soal pendapatan, aku katakan Rp 4 juta per hari. Kata mereka harus membayar pemerintah sebesar Rp 12 juta dalam satu bulan karena total pendapatannya mencapai Rp 120 juta per bulan. Kok hanya bayarRp 1,5 juta saja? Jadi baiklah kita bagi-bagi, kau beri uangku Rp 5 juta dan kepada temanku agar dia bisa mengatur dengan orangnya yang ada di DPRD,” tutur Andryan sambil menirukan pembicaraan Salomo ketika melakukan pemerasan.
Karena tidak setuju dengan harga sebesar Rp 5 juta, Andryan meminta untuk menegosiasikan agar turun menjadiRp 3 juta.
Akan tetapi, Salomo bersikeras dan akhirnya tercapai kata sepakat sebesar Rp 4 juta per bulan.
Menurut Andryan, Salomo mengintimidasi dengan penundaan pembayaran pajak sebesar kurang lebih Rp 200 juta dalam periode dua tahun. Pada saat tersebut, dia merasa terancam serta ketakutan.
“Andalan sebesar Rp 4 juta dan saya pun bisa pergi. Mulai hari Senin itu, saya berikan uang tersebut kepada Ucok kemudian ke Aris Siregar salah satu anggotanya. Sudah tiga kali pembayaran dalam waktu tiga bulan ini,” terang Andryan sembari memperlihatkan bukti obrolan mengenai transaksinya yang telah dicetak di atas kertas.
Saya belum pernah menelepon Aris Siregar dan juga tidak minta bantuan untuk pengurusan izin Xana Billiard. Sebab, izin tersebut telah terbit sejak dua tahun yang lalu.
“Andrian menegaskan bahwa perekamannya hanya membahas tentang pajak. Tidak ada urusan dengan izin,” kata Andryan menyatakan penolakan terhadap klarifikasi Aris Siregar yang sedang diperbincangkan.
Fauzi Nasution serta Rahmad Yusuf Simamora, yang merupakan pengacara Andryan, menyampaikan bahwa mereka memberikan bantuan hukum kepada korban berdasarkan laporan yang telah diserahkan ke Polda Sumut.
Hal ini telah mengandung indikasi pelanggaran dan terdapat dua kemungkinan penyelewengan hukum.
Pertama, tindakan tersebut biasanya termasuk dalam ketentuan Pasal 628 KUHP. Namun, jika pada akhirnya kita menemukan bahwa tuduhan ini valid dan terkait dengan lembaga pemerintahan, hal itu akan berada di bawah Undang-Undang Antirasuah Pasal 12E karena telah melibatkan pemerasan oleh pejabat publik.
“Kondisi ini terlihat dari pemakaian suara bertanda DPRD Medan oleh mereka (mengunjungi pengusaha), yang sifatnya administratif seharunya hanya memantau, tidak menjadi pelaksana. Soal pembayaran pajak mestinya dilakukan di Bapenda Medan langsung. Harapan saya kepada Kapolda agar menyelesaikan kasus dengan cara yang jujur dan terbuka, tanpa menyembunyikan apa pun,” demikian katanya.
“Penjahat korupsi perlu diproses secara keras mengikuti aturan hukum, sebagaimana Bapak Prabowo telah memerintahkan untuk memberantas para pelaku suap,” demikian katanya.
(PARLEMENTARIA.ID/Tribun-Medan.com/TribunnewsMaker.com)