PARLEMENTARIA.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Donald Sihombing, pemilik perusahaan konstruksi PT. Totalindo Eka Persada (PT TEP), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembelian tanah di Jakarta.
Penahanan ini dilakukan setelah KPK menemukan bukti kuat keterlibatan Donald dalam skema pengadaan tanah yang merugikan negara.
Donald Sihombing sempat menjadi sorotan karena masuk sebagai orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Majalah Forbes tahun 2019.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan!, KPK menduga, PT TEP menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya dengan harga yang tidak wajar.
Hal ini terungkap setelah KPK melakukan penyelidikan mendalam terhadap proses pembelian tanah yang dilakukan oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai 7 Oktober 2024,” kata Asep di Jakarta dikutip parlementaria.id, Sabtu (21/9/2024).
Kasus ini bermula dari rencana PT TEP untuk membeli enam bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) pada Februari 2019. Tanah seluas 11,72 hektare ini dibeli dengan harga Rp 950 ribu per meter persegi, yang diklaim sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT TEP.
“Namun, KPK menemukan indikasi bahwa harga tanah tersebut jauh lebih rendah dari nilai pasar,” ujarnya.
Selanjutnya, PT TEP menawarkan kerja sama pengelolaan lahan kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya dengan harga penawaran Rp 3,2 juta per meter persegi. Skema kerja sama operasional (KSO) ini melibatkan PT TEP dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
KPK menduga, terdapat selisih harga yang signifikan antara harga pembelian tanah dan harga penawaran kerja sama pengelolaan lahan. Selisih harga ini diduga menjadi keuntungan bagi para tersangka, termasuk Donald Sihombing.
Selain Donald, KPK juga menahan empat tersangka lainnya, yaitu Yoory C Pinontoan (Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya), Indra S Arharrys (Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya), Saut Irianto Rajaguguk (Komisaris PT TEP), dan Eko Wardoro (Direktur Keuangan PT TEP).
Asep menjelaskan bahwa kerja sama pengelolaan lahan itu terjadi, namun kerja sama itu dilakukan tanpa melakukan kajian yang sesuai aturan.
Yoory menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar,
KPK menyebut ada kongkalikong hingga pemberian sejumlah uang yang diterima tersangka Yoory dari tersangka di lingkup PT TEP. Tersangka Yoory diduga menerima imbalan mata uang asing untuk pengurusan pengadaan lahan tersebut.
“Penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan di jalan Rorotan-Marunda 11,7 ha yang dilakukan YCP tersebut diduga dipengaruhi dan terkait adanya penerimaan fasilitas dari PT TEP. YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp 3 miliar dari PT TEP,” jelas Asep.
Asep juga mengatakan bahwa pengadaan lahan di Rorotan itu justru mengakibatkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah atas persekongkolan para tersangka.
“Terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp 223 miliar (Rp 223.852.761.192) yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2019-2021,” tambah Asep.
Penahanan para tersangka ini merupakan langkah penting dalam upaya KPK untuk mengungkap kasus korupsi yang merugikan negara. KPK akan terus melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia. KPK sebagai lembaga anti rasuah terus berupaya untuk memberantas korupsi dan menegakkan hukum dengan adil.
Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. (dk/akha)