PARLEMENTARIA.ID – Pemkab Bone sedang menghadapi tantangan serius terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025. Masalah ini bermula dari sikap Ketua DPRD Kabupaten Bone, Andi Tenri Walinonong, yang menolak menyetujui dokumen penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD-P. Tindakan ini memicu kekhawatiran pemerintah daerah karena keterlambatan dalam pengesahan anggaran dapat berdampak pada realisasi program dan kegiatan pemerintah.
Proses Pengesahan APBD-P yang Tidak Lancar
Rapat paripurna terkait persetujuan Ranperda APBD-P 2025 berlangsung di gedung DPRD Bone pada Jumat (28/9). Dalam rapat tersebut, ketua DPRD Bone memilih untuk meninggalkan sidang sebelum berakhir, sehingga tidak memberikan persetujuannya. Hal ini menyebabkan rapat harus diambil alih oleh pimpinan DPRD lainnya agar Ranperda APBD-P tetap disetujui tanpa kehadiran ketua DPRD.
Setelah disetujui, Ranperda kemudian diajukan ke Pemprov Sulsel melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk dievaluasi. Hasil evaluasi lalu ditindaklanjuti dalam rapat Banggar DPRD Bone terkait penyempurnaan Ranperda APBD Perubahan pada Senin (20/1). Meskipun ketua DPRD Bone hadir dalam rapat tersebut, ia tidak menandatangani berita acara penetapan dokumen tersebut, yang membuat proses pengesahan menjadi tidak konsisten.
Dampak Keterlambatan Pengesahan APBD-P
Keterlambatan pengesahan APBD-P 2025 menyebabkan penundaan pelaksanaan berbagai program dan anggaran yang telah direncanakan. Salah satu dampak terbesar adalah tertundanya pembayaran tunjangan guru sebesar Rp 80 miliar dan pembayaran BPJS Kesehatan sebesar Rp 26 miliar. Program-program ini sebenarnya sudah direncanakan akan langsung diberikan setelah APBD-P ditetapkan.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bone, Adriani Alimuddin Page, menyatakan bahwa tindakan ketua DPRD Bone dinilai tidak konsisten dan menciptakan ketidakpastian dalam proses pengesahan APBD-P. Ia menilai bahwa sikap ketua DPRD Bone tidak hanya menghambat mekanisme administratif, tetapi juga berpotensi merugikan kinerja pemerintah dan layanan publik.
Penolakan Berdasarkan Proses yang Cacat
Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, membela dirinya dengan mengatakan bahwa penolakannya bukanlah niat untuk menghambat program pemerintah. Ia menyatakan bahwa penolakannya terjadi karena proses penyempurnaan APBD-P dinilai cacat prosedur dan ilegal. Menurutnya, keputusan penting seperti APBD-P harus melalui mekanisme kelembagaan yang sah, yaitu rapat pimpinan DPRD.
Ia juga menyatakan siap menandatangani APBD-P jika prosesnya dilakukan sesuai tata tertib dan dibahas bersama dalam rapat pimpinan DPRD yang sah. Namun, ia menegaskan bahwa keterlambatan pengesahan bukan disebabkan oleh penolakannya sendiri, melainkan oleh prosedur kelembagaan yang harus dilalui.
Kekhawatiran Terhadap Layanan Publik
Anggota DPRD Bone, Rismono Sarlim, menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak keterlambatan pengesahan APBD-P terhadap layanan publik. Ia menilai bahwa keterlambatan ini tidak hanya berdampak pada program prioritas, tetapi juga pada kesejahteraan tenaga pendidik yang belum bisa menerima tunjangan dan gaji mereka.
Rismono menekankan bahwa pendidikan adalah sektor vital dan tunjangan guru tidak boleh menjadi korban tarik ulur politik. Ia berharap pemerintah daerah dapat segera mencari solusi untuk memastikan pembayaran BPJS dan tunjangan guru dapat dilakukan tepat waktu.
Solusi yang Diharapkan
Pemkab Bone saat ini sedang mencari solusi untuk menjalankan program sementara menunggu APBD-P 2025 ditetapkan. Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Bone, Andi Saharuddin, mengatakan bahwa pihaknya sedang berkonsultasi dengan BKAD Provinsi untuk mencari jalan keluar.
Ia berharap agar ada solusi yang dapat mencegah keterlambatan semua program, karena dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Pemkab Bone berharap proses pengesahan APBD-P dapat segera diselesaikan agar program dan anggaran yang telah direncanakan dapat segera dilaksanakan.