Komisi A DPRD Surabaya dan SCWI Sepakat: Pengelolaan Air Bersih Swasta Melanggar serta Merugikan Negara

Yona Bagus Widyatmoko: Kalau air diatur swasta, keadilan layanan tak akan tercapai. Kami berkomitmen air harus dikuasai negara

banner 468x60

PARLEMENTARIA.ID – Pengelolaan air bersih di kawasan elit Surabaya Barat kembali jadi sorotan setelah laporan dari Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI) memantik reaksi Komisi A DPRD Surabaya. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Rabu (7/5/2025), sejumlah pengembang dipanggil untuk menjelaskan praktik pengelolaan air di lingkungan perumahan mereka.

Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan pengembang dari Pakuwon Jati, Graha Family, dan Royal Residence, serta jajaran dari Balai Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA), PDAM Surya Sembada, dan awak media.

banner 336x280

Ketua Komisi A DPRD Surabaya: Stop Monopoli Pengelolaan Air Oleh Swasta

Ketua Komisi A, Yona Bagus Widyatmoko, menyatakan bahwa pengelolaan air tidak boleh lagi dimonopoli oleh pihak swasta. Negara harus hadir dan memastikan seluruh kawasan, terutama yang belum terjangkau PDAM, segera mendapatkan akses air bersih dari sistem resmi.

“Kalau air diatur swasta, keadilan layanan tak akan tercapai. Kami berkomitmen air harus dikuasai negara, dan langkah awalnya survei lapangan akan dimulai Juni 2025,” tegas Yona.

SCWI: Pelanggaran PP No 122 Tahun 2015

Ketua SCWI, Hari Cipto Wiyono, juga menggarisbawahi pelanggaran terhadap PP Nomor 122 Tahun 2015 Pasal 36 yang secara tegas melarang swasta menjual air ke publik. Ia menilai tindakan pengembang berisiko merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan membuka celah korupsi.

“Harga air bisa sampai Rp10.000 per meter kubik, sementara tarif PDAM cuma Rp2.000. Ini timpang, dan jelas merugikan publik dan negara,” ujarnya.

Perwali 133 Tahun 2022 Aturan Dasar

BPSDA melalui perwakilan bernama Sari juga menekankan perlunya pengawasan atas tarif air dan pelarangan distribusi air ilegal oleh pihak yang tak memiliki otoritas. Ia menyebut bahwa Perwali Surabaya Nomor 133 Tahun 2022 menjadi dasar aturan tarif resmi.

Dari pihak pengembang, Hok dari Pakuwon dan Nonik dari Royal Residence berdalih bahwa pengelolaan dilakukan karena dulunya PDAM belum mampu memenuhi kebutuhan air. Namun, meski ada kolaborasi terbatas dengan PDAM, data transparan terkait volume dan kontribusi ke negara masih abu-abu.

Pengelolaan Oleh PDAM, PAD Signifikan

Direktur Utama PDAM Surya Sembada, Arief Wisnu Cahyono, mengatakan bahwa jika pengelolaan air diserahkan ke PDAM, potensi PAD akan melonjak signifikan.

“Pengembang tidak bisa memberi subsidi silang seperti sistem PDAM. Kalau kami yang kelola, masyarakat bawah bisa terbantu,” katanya.

Namun ia mengakui bahwa proses pengambilalihan harus melalui mekanisme hukum dan kesepakatan dengan pihak pengembang, terutama terkait aset dan jaringan.

Anggota Komisi A DPRD Surabaya lainnya, Muhaimin, dengan keras menyoroti ketimpangan layanan.

“Air bersih adalah hak semua warga Surabaya. Jangan biarkan elite menikmati, sementara rakyat kecil kehausan. PAD kita stagnan, tapi pihak lain panen untung,” tukasnya.

Kesimpulannya, Komisi A DPRD Surabaya bersama SCWI bersepakat mendorong alih kelola sistem air bersih dari pengembang swasta ke PDAM. Tujuannya: memperkuat penerimaan PAD, memperluas keadilan layanan air, dan meminimalisir risiko penyimpangan yang merugikan negara. (@)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *