Defisit Anggaran Pemkot Surabaya: TPP ASN Kena Imbas, Dipotong 20%

Imam Syafi'i, TPP ASN
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi'i

PARLEMENTARIA.ID – Pemkot Surabaya menghadapi tantangan berat dalam pengelolaan anggaran setelah target pendapatan APBD tahun 2024 meleset jauh. Dampak dari defisit ini tidak hanya dirasakan pada skala kota, tetapi juga langsung memengaruhi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Surabaya, yang jumlahnya mencapai 12 ribu orang.

TPP ASN Dipotong Hingga 20%

Potongan sebesar 20% pada Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di bulan Desember 2024 mengecewakan para ASN. Penurunan ini setara dengan lebih dari Rp 1 juta per ASN dan diakibatkan oleh target pendapatan APBD sebesar Rp 11,5 triliun yang hanya terealisasi sekitar Rp 10 triliun, kekurangan sebesar Rp 1,5 triliun.

Imam Syafi’i, anggota Komisi D DPRD Surabaya, mengungkapkan kekhawatirannya atas kondisi ini. Menurutnya, kegagalan dinas-dinas penghasil pendapatan daerah seharusnya tidak menjadi beban dinas lain yang telah mencapai target mereka.

“Masa dinas yang berhasil mencapai target KPI-nya harus menanggung kesalahan dinas lain? Ini kan tidak adil,” tegas Imam.

Ia juga menyoroti dampak potongan ini terhadap kehidupan ASN. “Ada ASN yang mengatakan kepada saya, ‘Pak, padahal wes tak jagakno gawe cicilan pak.’ Pemotongan ini tentu memengaruhi kondisi keuangan banyak keluarga ASN,” imbuhnya.

Pemkot Gagal Raih Penghargaan APBD Award

Kondisi keuangan Surabaya menjadi semakin jelas ketika Pemkot gagal meraih APBD Award dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dari empat kriteria utama—realisasi belanja, pendapatan, realisasi PAD, hingga rasio belanja dan pendapatan—Surabaya tidak mendapatkan penghargaan sama sekali.

Imam Syafi’i menyebut bahwa situasi ini menjadi bahan evaluasi penting. “Ketika target meleset sampai Rp 1,5 triliun, tentu harus ada prioritas anggaran. Pemkot harus lebih fokus pada belanja yang benar-benar mendesak,” ujar mantan jurnalis tersebut.

Dampak pada ASN dan Ketidakadilan Antar Dinas

Selain TPP ASN yang dipotong, Imam menilai bahwa sistem pengelolaan anggaran tidak seharusnya merugikan seluruh dinas secara merata. Setiap dinas memiliki Key Performance Indicator (KPI) yang berbeda-beda, dan dinas yang berhasil mencapai targetnya seharusnya tidak terkena imbas dari kegagalan dinas penghasil pendapatan.

“ASN yang bekerja di dinas non-penghasil pendapatan tidak seharusnya ikut menanggung beban. Ini masalah keadilan yang perlu diperbaiki,” tambahnya.

Harapan untuk 2025

Imam Syafi’i berharap agar Pemkot Surabaya dapat menetapkan target pendapatan yang lebih realistis pada tahun 2025, sehingga potongan TPP ASN seperti ini tidak terulang. Ia juga meminta Pemkot untuk transparan dalam menjelaskan pos belanja mana saja yang dipangkas akibat defisit anggaran.

“Kami ingin tahu pos belanja apa yang dikurangi. Jangan sampai pos penting seperti pendidikan atau kesehatan terkena dampaknya,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa Pemkot perlu memprioritaskan belanja yang benar-benar mendesak dan menunda belanja yang tidak terlalu urgent.

Regulasi Baru Kemendagri Soal TPP

Imam Syafi’i juga menyoroti aturan baru dari Kemendagri yang mengharuskan TPP ASN diberikan pada bulan berjalan, bukan bulan berikutnya seperti sebelumnya. Aturan ini menambah tantangan bagi Pemkot untuk memenuhi kewajiban mereka di tengah defisit anggaran.

“Kalau Januari 2025 target pendapatan tidak tercapai lagi, saya khawatir TPP ASN akan terus mengalami masalah. Pemkot perlu introspeksi agar tidak ada keputusan yang merugikan banyak pihak,” tutupnya. (P/@)