Ambisi 100 Hari Dinas Pertanian Lawan DPRD Flotim: Instruksi Langsung dari Bupati! Komisi II: Upaya Ini Terlalu Cepat

banner 468x60


PARLEMENTARIA.ID –

Dicurigai bahwa Pemerintah Kabupaten Flores Timur lewat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sudah melebihi batas kewenangan mereka dengan melakukan survei tentang pengeboran sumur dan pembenahan sistem irigasi mempergunakan pihak luar yang dikenal sebagai mitra pemerintah tanpa mempedulikan aturan di mana anggaran harus ditetapkan sebelum ada revisi APBD.

Hal itu baru terkuak melalui beberapa pemberitaan media online karena diduga adanya potensi maladministrasi. Maka demi menjaga asas keterbukaan, Komisi II DPRD Flores Timur melakukan rapat kerja bersama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Flores Timur, bertempat di Bale Gelekat pada Senin kemarin 05 Mei 2025.

banner 336x280

Departemen yang Paling Ribut dan Sibuk

Rapat yang diketuai oleh Theodorus M. Wungubelen tersebut, bersama anggota Komisi II lainnya, mengajukan serangkaian pertanyaan tentang alokasi dana untuk empat lokasi pengeboran sumur dan pembaruan sistem saluran irigasi. Selain itu, mereka juga menyoroti prosedur serta cara kerja proyek ini karena dianggap melanggar ketentuan dan dilakukan dengan terburu-buru.

Anggarannya dianggap tidak terstruktur dengan baik lantaran proyek tersebut dikerjakan sendiri oleh pihak yang bersangkutan, tetapi beberapa berkas penting seperti Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) belum rampung disiapkan.

Nani Bethan menyatakan hal tersebut karena terdapat kesenjangan antara anggaran yang diajukan dengan apa yang sebenarnya ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Flores Timur. Sebagai contoh, untuk pemboran sumur di Solor yang memiliki biaya awal Rp 300 juta per unit, kemudian diperbaiki oleh Kepala Dinas Pertanian menjadi Rp 305 juta per unit. Hal ini menunjukkan adanya tambahan jumlah tanpa persetujuan dari badan legislatif setempat.

Pengajuan anggaran ini dipertimbangkan oleh dewan dengan keraguan karena laporan dari departemen masih belum dibacakan, sehingga jumlah pasti pembelanjaannya tidak jelas. Selain itu, besaran anggaran sebesar 600 ini turut memicu masalah saat DPRD menjalankan peran pengawasannya,” ungkapnya.

Theodorus Wungubelen juga mengkritik kemajuan yang dicapai untuk mencapai target seratus hari kerja Bupati oleh Dinas Pertanian tanpa adanya satupun dokumen penopang yang telah dipersiapkan. Dia menegaskan, “Dinas bertindak sembrono dan menjadi salah satu kantor dengan kekacauan tertinggi; jika sejak awal mereka melibatkan pers, mungkin situasi tidak akan seperti ini! Harusnya kita tidak menjadikan badan DPRD sebagai tempat pembuangan,” tandas Theodorus.

Ketua rapat dari Komisi II tersebut juga menyampaikan permintaan agar dinas bersangkutan sementara waktu menunda proses hingga semua dokumen administratif lengkap dibuat dan dibereskan lebih dulu. Mereka juga berniat untuk menjelaskan masalah ini kepada para jurnalis. Di samping itu, tim akan mulai menuju tempat-tempat pengeboran sumur dan perawatan saluran irigasi setelah menerima laporan awal serta semua dokumen yang diperlukan dari Komisi II.

Pembahasan oleh Kepala Dinas Peternakan Flores Timur

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Flores Timur, Densi Kleden, pada suatu pertemuan di Bale Gelekat mengatakan bahwa mereka berencana melaksanakan program 100 hari para staf terkait mulai dari masa mendatang hingga sebelumnya seperti yang tertuang dalam dokumen resmi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan lahan secara maksimal; yakni dengan memperbaiki produktivitas sawah di area irigasi Waiwadan (Adonara Barat), serta mencari cara efektif bagi lahan kering di Otanbiri Nusadani (Solor Barat).

“Dulu di Waiwadan terdapat tiga titik sumur, yaitu Homa memiliki dua sedangkan Dimun Dani Bao hanya satu, semuanya termasuk dalam kategori sumur tanah dangak dengan harga Rp 200 juta per unit. Di Solor ada dua titik (termasuk dalam kategori sumur tanah dalam) masing-masing berharga Rp 305 juta per unit; salah satunya di Giri dan lainnya di Otanbiri wilayah Desa Nusa Dani. Selanjutnya adalah optimalkan lahan untuk menanami jagung di Desa Tiwagatobi dan Orinbele, Kecamatan Witihama, paket ini mencapai angka sebesar Rp 215 juta. Kami akan membantu instalasi saluran pipanya karena lokasi sumur tersebut telah tersedia,” penjelasan dari Kadis Pertanian.

Densi Kleden menyatakan bahwa struktur pendapatan jagung mencakup empat aspek yaitu, Bayolewun Tiwagotobi, Orinbele, Waigowa yang berada di Desa Kolilanang serta desa lain bernama Boru. Ia menambahkan bahwa dalam merancang tugas-tugas tersebut, dinas telah melakukan beberapa tahapan seperti verifikasi lapangan untuk para petani potensial dan survei tanah, serta menganalisis data dari hasil survanya. Densus juga memastikan bahwa informasi ini disampaikan kepada Bupati Flores Timur seiring dengan penerapan ketentuan-ketentuan teknikal tertentu agar dampak positif dari dukungan dapat dipertahankan dan ditingkatkan ketersambungannya guna meningkatkan output pertanian.

“Pada dasarnya survey identifikasi calon pemilik lahan dan calon lahan (CPCL), akan kami lakukan pembuatan SID bersama kelompok tani dengan luasan tertentu. Durasi survei ini berlangsung selama 100 hari hingga tanggal 10 Juni mendatang. Kami juga merencanakan partisipasi dari para mitra dalam menetapkan lokasi penempatan sumur bor agar tingkat kesuksesannya dapat mencapai sekitar 90%. Untuk skema pelaksanaannya, proyek tersebut dilaksanakan secara mandiri oleh Gapoktan dan Poktan tanpa adanya proses tender atau lelang. Mohon dimaafkan atas pengertian semuanya ini bertujuan untuk percepatan di mana Poktan dan Gapoktan sendirilah yang melakukan pekerjaan tersebut sementara Dinas hanya memberikan arahan saja,” terangkan Densi Kleden.

Pekerjaan Terbongkar Sebagai Perintah dari Bupati

Rapat Komisi II berjalan dengan sengit, Theodorus Wungubelen bersama para anggotanya yang meliputi Polikarpus Blolo, Yosep Sani Bethan, Budi Sucipto, Gafar Ismail, Yuven Hikon, Ignas Tukan, serta Abdon tetap meminta penjelasan dari pihak dinas tentang insiden ini kepada masyarakat umum. Mereka bertanya siapa dalang di balik awal kerja konstruksi sebelum proses sidang dimulai oleh DPRD, sehingga hal tersebut tampak meremehkan otoritas DPRD Flores Timur. Padahal pada kenyataannya saat itu, pekerjaan telah dilakukan jauh hari bahkan ketika sidang belum juga dibuka dan tanpa adanya persetujuan dari DPRD setempat.

Komisi II menyatakan bahwa pengeboran sumur ini termasuk dalam kategori proyek yang memerlukan sejumlah standar tertentu. Setidaknya harus ada konsultan untuk merancang dan mengawasi pekerjaannya. Kegiatan tersebut tampaknya telah dimulai tanpa persetujuan formal dari badan legislatif, dengan demikian melanggar prosedur resmi. Selain itu, absennya tanda pengenal atau plang projek memberikan dampak negatif pada transparansi informasi berkaitan dengan alokasi dana serta pelaksanaan kerjanya kepada masyarakat umum.

Merespon hal tersebut, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Flores Timur, Densi Kleden menegaskan tentang pembangunan sumur dan instalasi pipa air. Ia menjelaskan ini sebagai kelanjutan dari instruksi Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen pada pertemuan perdana yang mendahului adanya daftar kegiatan utama. Dia berkata, “Kami diberikan arahan khusus untuk melaksanakan tugas ini; maka tim dinas ditugaskan untuk mempercepat proses awalnya. Kami bertindak serta merencanakan segalanya sesuai dengan petunjuk bupati,” tambah Densi, meski dia sempat menyiratkan sebelumnya bahwa usulan ini datang langsung dari departemen mereka sendiri.

Banyak keributan telah disebabkan oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur lewat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dengan mengikutsertakan pihak ketiga atau mitra dalam proses survei penentuan lokasi sumur bor di Pulau Solor dan Adonara. Anggarannya sangat besar menurut permohonan mereka. Salah seorang anggota Komisi II bahkan menyatakan bahwa untuk wilayah Waiwadan, sumber daya air relatif mencukupi; malah infrastruktur jalan menuju daerah tersebutlah yang lebih penting bagi para petani demi pengiriman hasil panenan.

Sayangnya sekali lagi, jumlah dana yang tertulis pada daftar permohonan 100 hari ternyata tak cocok dengan perhitungan dari Dinas Peternakan. Jumlah tersebut justru meningkat. Komisi II DPRD turut prihatin atas tindakan Dinas Pertanian Flores Timur yang dinilai sembarangan dan terburu-buru sebab pekerjaannya telah dimulai sementara Rencana Kerja Anggaran (RKA) serta Daftar Penyerapan Anggaran (DPA) belum lengkap. Sehubungan itu, Ketua rapat Komisi II, Theodorus Wungubelen menuntut semua dokumen dan persyaratan proyek harus disiapkan lebih awal. Ini penting untuk menjadi pedoman bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas. ***

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *