PARLEMENTARIA.ID -Dalam sebuah keputusan yang mengejutkan, DPR menolak seluruh usulan calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna Pimpinan DPR yang disetujui oleh para anggota dewan.
Ketua DPR, Puan Maharani menolak usulan 12 calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung. Hal ini diputuskannya dalam Rapat Paripurna Pimpinan DPR yang disetujui oleh para Anggota DPR. Puan memimpin rapat dan menyatakan bahwa laporan Komisi III DPR yang memutuskan tidak menyetujui seluruh calon tersebut dapat ditetapkan.
“Kami menanyakan kepada anggota dewan. Apakah laporan Komisi III DPR yang memutuskan tidak menyetujui seluruh calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung pada 2024 tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan, setuju ya, terima kasih,” kata Puan di Ruang Sidang Paripurna, pada Selasa (10/9/2024).
Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khaerul Saleh, menjelaskan bahwa proses uji kelayakan para calon hakim tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Ia menyatakan bahwa Komisi III DPR memutuskan menolak seluruh calon anggota sebelum fit and proper test dijalankan.
Pangeran Khaerul Saleh mencontohkan dua calon hakim agung, Hari Sih Advianto dan Tri Hidayat Wahyudi, yang tidak memenuhi persyaratan pengalaman. Hari Sih Advianto dilantik menjadi Hakim Pajak sejak tahun 2016, sementara Tri Hidayat Wahyudi mulai menjadi hakim pajak sejak tahun 2010 meskipun pernah menjadi Ketua Pengadilan Pajak Tahun 2015.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menegaskan hal tersebut dalam rapat internal Komisi III DPR membahas calon hakim agung dan hakim adhoc pada MA di Komisi III DPR, Rabu 28 Agustus 2024.
“Berdasarkan pandangan fraksi yang tadi dibacakan dan tadi tanyakan ulang oleh masing-masing fraksi dan pimpinan, maka Komisi III DPR RI tidak memberikan persetujuan secara keseluruhan terhadap calon hakim agung dan calon hakim adhoc HAM pada Mahkamah Agung tahun 2024 yang diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR RI,” ucap anggota dewan yang akrap dipanggil Pacul ini.
Penolakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai proses seleksi calon hakim agung dan ad hoc HAM di masa depan. Apakah standar yang ditetapkan oleh Komisi III DPR terlalu tinggi, atau apakah calon hakim yang diajukan memang tidak memenuhi kualifikasi yang diharapkan?
Keputusan DPR ini tentu saja akan berdampak pada proses peradilan di Indonesia. Keberadaan hakim agung dan ad hoc HAM yang berkualitas sangat penting untuk menjaga integritas dan kredibilitas sistem peradilan.
Semoga ke depan, proses seleksi calon hakim agung dan ad hoc HAM dapat dilakukan dengan lebih transparan dan akuntabel, sehingga menghasilkan hakim yang berkualitas dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. (akha)